Asam dan basa adalah dua golongan zat kimia yang sangat umum ditemukan di sekitar kita. Sebagai contoh, cuka, asam sitrun, dan asam dalam lambung tergolong asam, sedangkan kapur sirih dan soda api tergolong basa. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda. Pada mulanya, asam dan basa dibedakan berdasarkan rasanya, di mana asam terasa masam sedangkan basa terasa pahit dan licin seperti sabun. Namun, secara umum zat-zat asam maupun basa bersifat korosif dan beracun — khususnya dalam bentuk larutan dengan kadar tinggi — sehingga sangat berbahaya jika diuji sifatnya dengan metode merasakannya.
Berkaitan dengan sifat asam
dan basa, larutan dikelompokan
kedalam tiga golongan, yaitu larutan
asam, larutan basa, atau larutan
netral. Untuk menunjukan keasaman
dan kebasaan, yaitu dengan
menggunakan indikator asam-basa.
Indikator asam-basa adalah zat-zat
warna yang mampu menunjukan
warna berbeda dalam larutan asam
dan basa.
Asam basa secara singkat dapat di artikan :
Asam basa secara singkat dapat di artikan :
1. Asam
Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin “Acetum” yang berarti cuka, karena diketahui zat utama dalam cuka adalah asam asetat.secara umum asam yaitu zat yang berasa masam.
2. Basa
Basa (alkali) berasal dari ahasa arabyang berarti abu. Secara umum basa yaitu zat yang berasa pahit bersifat kaustik.
Teori Asam Basa Arrhenius
Teori ini pertama kalinya dikemukakan pada tahun 1884 oleh Svante August Arrhenius. Menurut Arrhenius, definisi dari asam dan basa, yaitu:
- asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion H+.
- basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion OH−.
Gas asam klorida (HCl) yang sangat larut dalam air tergolong asam Arrhenius, sebagaimana HCl dapat terurai menjadi ion H+dan Cl− di dalam air. Berbeda halnya dengan metana (CH4) yang bukan asam Arrhenius karena tidak dapat menghasilkan ion H+ dalam air meskipun memiliki atom H. Natrium hidroksida (NaOH) termasuk basa Arrhenius, sebagaimana NaOH merupakan senyawa ionik yang terdisosiasi menjadi ion Na+ dan OH− ketika dilarutkan dalam air. Konsep asam dan basa Arrhenius ini terbatas pada kondisi air sebagai pelarut.
Teori Asam Basa Brønsted–Lowry
Pada tahun 1923, Johannes N. Brønsted dan Thomas M. Lowry secara terpisah mengajukan definisi asam dan basa yang lebih luas. Konsep yang diajukan tersebut didasarkan pada fakta bahwa reaksi asam–basa melibatkan transfer proton (ion H+) dari satu zat ke zat lainnya. Proses transfer proton ini selalu melibatkan asam sebagai pemberi/donor proto dan basa sebagai penerima/akseptor proton. Jadi, menurut definisi asam basa Brønsted–Lowry,
- asam adalah donor proton.
- basa adalah akseptor proton.
Jika ditinjau dengan teori Brønsted–Lowry, pada reaksi ionisasi HCl ketika dilarutkan dalam air, HCl berperan sebagai asam dan H2O sebagai basa.
HCl(aq) + H2O(l) → Cl−(aq) + H3O+(aq)
HCl berubah menjadi ion Cl− setelah memberikan proton (H+) kepada H2O. H2O menerima proton dengan menggunakan sepasang elektron bebas pada atom O untuk berikatan dengan H+ sehingga terbentuk ion hidronium (H3O+).
Sedangkan pada reaksi ionisasi NH3 ketika dilarutkan dalam air, NH3 berperan sebagai basa dan H2O sebagai asam.
NH3(aq) + H2O(l) ⇌ NH4+(aq) + OH−(aq)
Teori Asam Basa Lewis
Menurut pandangan ini, bahwa asam adalah struktur yang mempunyai afinitas terhadap paangan elektron yang diberikan oleh basa. Dimana basa tersebut didefenisikan sebagai zat yang mempunyai pasangan elektron yang belum mendapat pemilikan bersama. (Rosenberg,1985)
Lewis juga mengkelompokan senyawa sebagai asam dan basa menurut kemampuannya melepaskan / menerima electron. Menurut lewis :
Asam : Senyawa yang menerima pasangan electron
Senyawa dengan electron valensi <8
Basa : Senyawa yang mendonorkan pasangan electron
Mempunyai pasangan electron bebas
Contoh: reaksi antara NH3 dan BF3
H3N: + BF3 H3N BF3
Nitrogen mendonorkan pasangan elektron bebas kepada boron. Pasangan bebas yang didonorkan ditandaai dengan tanda panah antara atom nitrogen dan boron.
REFERENSI :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar